Spesies langka adalah organisme yang
sangat sulit dicari karena jumlahnya yang sedikit. Istilah ini dapat
digunakan untuk binatang ataupun tanaman, yang bisa dikategorikan "genting" atau "spesies terancam". Pengkategorian spesies langka
bisa dilakukan oleh suatu lembaga seperti pemerintah suatu negara
ataupun propinsi. Namun, istilah ini sering digunakan tanpa memiliki
batas kriteria yang spesifik. Umumnya hanya digunakan dalam diskusi
ilmiah.
Konsep kelangkaan dapat terjadi dari sedikitnya jumlah suatu organisme
di seluruh dunia, biasanya kurang dari 10.000; namun konsep ini juga
dipengaruhi oleh sempitnya area endemik dan/atauhabitat yang terfragmentasi.
Spesies yang dalam bahaya atau rentan, namun tidak dikategorikan langka,
misalnya, memiliki populasi berjumlah besar dan tersebar namun
jumlahnya terus berkurang dengan cepat dan diperkirakan akan punah.
Spesies langka umumnya dipertimbagkan terancam jika spesies itu memiliki
ketidakmampuan dalam jumlah populasi yang kecil untuk mengembalikan
populasinya secara alami ke jumlah semula.
1.Badak Bercula Satu/Badak Jawa.
Badak jawa atau Badak bercula-satu kecil (Rhinoceros sondaicus) adalah anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang sama dengan badak india dan
memiliki kulit bermosaik yang menyerupai baju baja. Badak ini memiliki
panjang 3,1–3,2 m dan tinggi 1,4–1,7 m. Badak ini lebih kecil daripada
badak india dan lebih dekat dalam besar tubuh dengan badak hitam. Ukuran culanya biasanya lebih sedikit daripada 20 cm, lebih kecil daripada cula spesies badak lainnya.
Badak ini pernah menjadi salah satu badak di Asia yang paling banyak menyebar. Meski disebut "badak jawa", binatang ini tidak terbatas hidup diPulau Jawa saja, tapi di seluruh Nusantara, sepanjang Asia Tenggara dan di India serta Tiongkok.
Spesies ini kini statusnya sangat kritis, dengan hanya sedikit populasi
yang ditemukan di alam bebas, dan tidak ada di kebun binatang. Badak
ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi.[4] Populasi 40-50 badak hidup di Taman Nasional Ujung Kulon di pulau Jawa, Indonesia. Populasi badak Jawa di alam bebas lainnya berada di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam dengan perkiraan populasi tidak lebih dari delapan pada tahun 2007.
Berkurangnya populasi badak jawa diakibatkan oleh perburuan untuk
diambil culanya, yang sangat berharga pada pengobatan tradisional Tiongkok, dengan harga sebesar $30.000 per kilogram di pasar gelap.[4] Berkurangnya populasi badak ini juga disebabkan oleh kehilangan habitat, yang terutama diakibatkan oleh perang, seperti perang Vietnam di Asia Tenggara juga menyebabkan berkurangnya populasi badak Jawa dan menghalangi pemulihan.[5] Tempat
yang tersisa hanya berada di dua daerah yang dilindungi, tetapi badak
jawa masih berada pada risiko diburu, peka terhadap penyakit dan
menciutnya keragaman genetik menyebabkannya terganggu dalam
berkembangbiak. WWF Indonesia
mengusahakan untuk mengembangkan kedua bagi badak jawa karena jika
terjadi serangan penyakit atau bencana alam seperti tsunami, letusan gunung berapi Krakatau dan gempa bumi, populasi badak jawa akan langsung punah.[6] Selain itu, karena invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng untuk ruang dan sumber, maka populasinya semakin terdesak.[6] Kawasan yang diidentifikasikan aman dan relatif dekat adalah Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat yang pernah menjadi habitat badak Jawa.[6]
Badak jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam bebas. Badak ini hidup
di hutan hujan dataran rendah, padang rumput basah dan daerah daratan
banjir besar. Badak jawa kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa
kenal-mengenal dan membesarkan anak, walaupun suatu kelompok
kadang-kadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat mendapatkan
mineral. Badak dewasa tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh.
Badak jawa biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia
jika merasa diganggu. Peneliti dan pelindung alam jarang meneliti
binatang itu secara langsung karena kelangkaan mereka dan adanya bahaya
mengganggu sebuah spesies terancam. Peneliti menggunakan kamera dan
sampel kotoran untuk mengukur kesehatan dan tingkah laku mereka. Badak
Jawa lebih sedikit dipelajari daripada spesies badak lainnya.
2.Komodo.
Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis[1]), adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara.[2] Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.[3]
Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil.[4][5]Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.[6]
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan
reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di kebun binatang.
Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia dan
karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaituTaman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.
3.Burung Cendrawasih.
Burung-burung cendrawasih merupakan anggota famili Paradisaeidae dari ordo Passeriformes. Mereka ditemukan di Indonesia timur, pulau-pulau selat Torres, Papua Nugini, dan Australia timur.
Burung anggota keluarga ini dikenal karena bulu burung jantan pada
banyak jenisnya, terutama bulu yang sangat memanjang dan rumit yang
tumbuh dari paruh, sayap atau kepalanya. Ukuran burung cendrawasih mulai
dari Cendrawasih Raja pada 50 gram dan 15 cm hingga Cendrawasih
Paruh-sabit Hitam pada 110 cm dan Cendrawasih Manukod Jambul-bergulung
pada 430 gram.
Burung cendrawasih yang paling terkenal adalah anggota genus Paradisaea, termasuk spesies tipenya, cendrawasih kuning besar, Paradisaea apoda.
Jenis ini dideskripsikan dari spesimen yang dibawa ke Eropa dari
ekpedisi dagang. Spesimen ini disiapkan oleh pedagang pribumi dengan
membuang sayap dan kakinya agar dapat dijadikan hiasan. Hal ini tidak
diketahui oleh para penjelajah dan menimbulkan kepercayaan bahwa burung
ini tidak pernah mendarat namun tetap berada di udara karena
bulu-bulunya. Inilah asal mula nama bird of paradise ('burung surga' oleh orang Inggris) dan nama jenis apoda- yang berarti 'tak berkaki'.
Banyak jenis mempunyai ritual kawin yang rumit, dengan sistem kawin jenis-jenis Paradisaea adalah
burung-burung jantan berkumpul untuk bersaing memperlihatkan
keelokannya pada burung betina agar dapat kawin. Sementara jenis lain
seperti jenis-jenis Cicinnurus dan Parotia memiliki tari perkawinan yang beraturan. Burung jantan pada jenis yang dimorfik seksual bersifat poligami. Banyak burung hibrida yang dideskripsikan sebagai jenis baru, dan beberapa spesies diragukan kevalidannya.
Jumlah telurnya agak kurang pasti. Pada jenis besar, mungkin hampir
selalu satu telur. Jenis kecil dapat menghasilkan sebanyak 2-3 telur
(Mackay 1990).
4.Anoa.
Anoa adalah hewan khas Sulawesi. Ada dua spesies anoa yaitu: Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis). Keduanya tinggal dalam hutan yang tidak dijamah manusia. Penampilan mereka mirip dengan kerbau dan memiliki berat 150-300 kg. Anak anoa akan dilahirkan sekali setahun.
Kedua spesies tersebut dapat ditemukan di Sulawesi, Indonesia.
Sejak tahun 1960-an berada dalam status terancam punah. Diperkirakan
saat ini terdapat kurang dari 5000 ekor yang masih bertahan hidup. Anoa
sering diburu untuk diambil kulitnya, tanduknya dan dagingnya.
Anoa Pegunungan juga dikenal dengan nama Mountain Anoa, Anoa de Montana,
Anoa de Quarle, Anoa des Montagnes, dan Quarle's Anoa. Sedangkan Anoa
Dataran Rendah juga dikenal dengan nama Lowland Anoa, Anoa de Ilanura,
atau Anoa des Plaines.
5.Harimau Sumatera.
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) adalah subspesies harimau yang habitat aslinya di pulau Sumatera,
merupakan satu dari enam subspesies harimau yang masih bertahan hidup
hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang
terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN. Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di taman-taman nasional di Sumatera.
Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik,
yang menandakan bahwa subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies
terpisah, bila berhasil lestari.[2]
Penghancuran habitat merupakan ancaman terbesar terhadap populasi saat
ini. Pembalakan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang
seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau terbunuh antara tahun 1998 dan 2000.
6.Singapuar/Tarsius.
Tarsius adalah primata dari genus Tarsius, suatu genus monotipe dari famili Tarsiidae, satu-satunya famili yang bertahan dari ordo Tarsiiformes. Meskipun grup ini dahulu kala memiliki penyebaran yang luas, semua spesies yang hidup sekarang ditemukan di pulau-pulau di Asia Tenggara.
7.Elang Jawa.
0 komentar:
Posting Komentar